- Mome’ati (=membe’at), adalah suatu keharusan syareat Islam, yang merupakan perjanjian/ Ikrar, dengan inti pengucapan Kalimat Syahadat, melaksanakan rukun Islam dan rukun Iman secara utuh, sebagai seorang muslim, mulai dari timbul kedewasaan.
- Sebagai kewajiban kaum muslim, mulai dari timbul tanda kedewasaannya (haid), untuk menata diri lahir dan batin, dengan pengetahuan pembersihan diri, dan penjagaan kesucian dirinya dalam kehidupannya.
A. HAKEKAT
- Acara adat mome’ati, adalah kewajiban setiap keluarga muslim suku Gorontalo yang mengandung unsur pendidikan moral, pengsucian diri, pendalaman ajaran agama, agar membudaya dalam kehidupan pribadi sang anak.
- Acara adat momeati, yang didahului oleh tahapan kegiatan, molungudu, momonto, mopoduta’a to pingge, mome’ati dan mohatamu. Merupakan konsekuensi keluarga/orang tua, membina anak perempuan agar tetap menjaga kesucian lahir dan batin, dengan pengetahuan pembersihan diri, dan penjagaan kesucian dirinya dalam kehidupannya.
- Jnjang peradatan dalam peristiwa/aspek kelahiran dan keremajaan, yang turun temurun diberlakukan oleh masyarakat suku Gorontalo.
B. PELAKSANA
1. Hulango (bidan kampung) yang telah ditunjuk sebagai pelaksana acara, dan dibantu oleh pembimbing (seorang ibu yang berpengalaman dalam tata acara adat momeati), dan telah memenuhi persyaratan:
· Beragama islam
· Mengatahui urutan tata cara tahapan kegiatan
· Mengetahui ramuan-ramuan tradisional
· Mengetahui lafal-lafal yang telah diturunkan oleh para leluhur dalam pelaksanaannya dari awal kegiatan, sampai pada acara mome’ati dan mohatamu
· Diakui masyarakat sebagai bidan kampung
2. Pemangku adat, yang diberikan tanggung jawab atas kelangsungan acara.
3. Pegawai syara’ (imam dan hatibi)
4. Pekerja-pekerja yang mempersiapkan perlengkapan benda-benda budaya yang diperlukan.
5. Penata busana adat.
C. PERSIAPAN
1. Atribut Adat
1.1 Molungudu (mandi uap dengan ramuan tradisional)
Molungudu dapat diartikan dengan mandi uap secara tradisonal adat Gorontalo, acara ini diadakan bagi setiap anak gadis yang telah ada tanda kedewasaannya (haid), dan akan diacarakan dengan adat mome’ati (membe’at) atau bagi seorang anak gadis yang akan menikah.
Empat puluh hari sebelum acara mome’ati atau menikah, sang gadis/puteri telah disiapkan dalam kamar khusus yang dinamakan Huwali lo wadaka (kamar rias) dan setiap pagi dilaksanakan acara molungudu. Acara molungudu ini dilakukan sebagai berikut: di bawah kolong rumah (bele-beleya), dibuatkan sebuah tungku, di atas tungku tersebut diletakkan sebuah periuk yang terbuat dari tanah berisi ramuan tradisional berupa:
1) Periuk (Belanga) yang terbuat dari tanah, bercerobong uap pada penutupnya
2) Ramuan tradisional yang akan direbus terdiri dari tujuah macam ramuan inti sebagai berikut:
· Timbuwale (sereh) yang biasa dan yang harum, batang dan daunnya dilumat
· Totapo talanggilala (kulit kayu telur) yang ditumbuk kasar.
· Humopoto (kencur), daun serta dagingnya ditumbuk kasar
· Tapulapunga (daun sembung), daun, batang dan akarnya ditumbuk kasar.
· Linggoboto (lengkuas), daun serta dagingnya ditumbuk kasar
· Dungo meme yang harum (daun dedap)
· Daging buah pala daun cengkih
Kesemuanya dimasukkan ke dalam periuk, ditaruh air dan dimasak sampai mendidih beberapa kali. Dalam keadaan air mendidih tersebut mulut periuk periuk ditutup dengan kulit batang pisang, kemudian kulit batang pisang ini dilubangi dengan patokan sebatang bambu tipis berupa terowongan uap panas yang panjangnya mencapai lantai rumah. Sang gadis didudukkan di lantai tepat di atas terowongan dengan hanya memakai selimut tebal menutup seluruh tubuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengeluarkan bau badannya sang gadis (puteri). Setelah selesai molungudu dan sesudah badan sang puteri kering dari keringat lalu dimandikan kemudian dibedaki dengan bedak tradisional. Pada acara mome’ati sang puteri tidak langsung mandi melainkan diadakan acara adat “Momontho” dan siraman air kembang (Momuhuto). Adapun bedak tradisional atau “bada’a” atau bedak lulur terdiri dari ramuan:
· Totapo talanggilala (kulit kayu telur) yang telah dibuang kulit arinya.
· Antayi (buah kayu yang tumbuh di pinggiran pantai)
· Pale yilahumo yaitu beras yang direndam dengan air
· Biji buah pala, kunyit dan kencur
Keempat bahan ini, digosok pada botu pongi’ila (batu yang kasar) sehingga halus untuk menjadi masker muka, dan seluruh badan.
3) Kamar kecil/bangunan kecil, yang berukuran 1 x 2 meter, tanpa jendela, pintunya tertutup rapat, dan disebut huali/beleya Polungodelo.
4) Jamu mato lo umono (jamu ramuan dari akar, buah, yang harum) yaitu:
· Bohu, yaitu sejenis buah kayu, yang berkhasiat mencerakan wajah dan kulit
· Masoyi, yaitu sejenis kulit kayu yang berkhasiat mengencangkan syaraf-syaraf otot dan alat vital dalam tubuh bahagian dalam.
· Dumbaya, yaitu sejenis biji buah semangka yang tumbuh liar di hutan, berkhasiat mengobati radang usus, membuka pori-pori kulit, sehingga keringat lancar keluar.
· Bungale atau bangley, yaitu sejenis tanaman obat yang berkhasiat untuk memperlancar peredaran darah.
· Humopoto atau kencur, membersihkan kotoran pada pembuluh darah
· Botu pomunggudu atau tawas, berkhasiat mensterilkan lender pada usus dan pembuluh darah.
· Alama bunga, yaitu sejenis kemenyan yang baunya harum jika dibakar, sebagai pengharum uap badan, yang berkhasiat pemulihan syaraf.
· Bilobohu, yaitu sejenis kulit kayu yang telah diawetkan berkhasiat membersihkan kotoran pada pencernaan, saluran kencing, dan kotoran indung telur.
· Pala dan cengkih, berkhasiat mengobati radang yang ada dalam saluran pencernaan, pembuluh darah.
· Piyamputi (bawang putih) berkhasiat mengobati radang yang ada dalam saluran pencernaan, pembuluh darah, juga pencegah kolesterol, bagi yang mengidap darah tinggi (penurun darah).
· Limututu (lemon siwanggi, limau purut), berkhasiat menghilangkan bau badan.
5) Hihito atau lulur tradisional, yang dipakai untuk mandi. namanya terdiri dari:
· Dungo wuloto yang ditumbuk kasar
· Totapo talanggilala (kayu telur) yang ditumbuk kasar
· Ampas dari pembuatan jamu mato to umonu.
1.2 Momonto (pemberian tanda suci)
Momonto adalah suatu rangkaian adat pada acara momeati, yang artinya memberi tanda suci, dengan maksud bahwa sang gadis/puteri dan keluarga kerabatnya dijauhkan dari bala bencana serta beroleh lindungan dari Allah SWT serta restu leluhur. Bontho diambil dari darah balung ayam jantan/betina yang warna buku kakinya putih atau dari kunyit yang digosokkan dengan kapur yang disebut alawahu tilihi
Pada awalnya, para tua-tua, memakai darah balung ayam untuk acara momonto, tetapi darah ayam mengakibatkan timbulnya kutil (bangalo) pada badan yang ditandai, maka mereka menggantikan darah ayam dengan campuran kuning, kapur dan air, yang digosokkan pada botu pongi’ila, warnanya menjadi merah darah. Kemudian dilekatkan pada dahi, leher, bagian bawah tenggorokan, bahu lekukan tangan dan bahagian atas telapak kaki. Bontho dimulai dari sang gadis diteruskan kepada kedua orang tua sang gadis dan dilanjutkan kepada keluarga akrab yang hadir. Pada hakekatnya bontho bermakna pernyataan sang gadis bahwa ia telah berjanji pada dirinya sendiri akan meninggalkan sifat mazmumah (tercela) dan resmi telah menjadi gadis remaja yang meningkat dewasa dan juga merupakan tanda persetujuan seluruh keluarga atas peralihan statusnya.
1.3 Momuhuto (siraman air kembang)
Momuhoto artinya memandikan dengan air kembang. Momohuto/mandi bertujuan mensucikan diri sang gadis apabila haidnya berakhir dan hal ini diwajibakan mandi haid artinya mensucikan diri dari hadats besar. Dalam pelaksanaan acara momuhuto yang pertama menyiaramkan air adalah kedua orang tua sang gadis tanpa sajak/tuja’i, dilanjutkan oleh tujuh pemangku adat, disiram dengan air yang terisi pada perian atau seruas bamboo kuning, yang tersumbat dengan aneka ragam puring.
Sesudah selesai penyiraman oleh para pemangku adat, salah seorang ibu yang bertugas sebagai pembimbing membelah mayang pinang yang masih utuh seludangnya dengan memukulkan telapak tangannya pada seludang mayang tersebut hingga terbuka kemudian diremaskan dan digosok-gosokkan pada bagian-bagian tertentu dari anggota badan sang puteri. Di samping dari mayang pinang yang terbungkus tersebut adapula mayang pinang yang sudah terbuka digantung di atas kepala sang puteri di saat menyiramkan air, baik oleh kedua orang tua sang puteri maupun pemangku adat dilewatkan melalui mayang pinang tersebut. Mayang pinang disebut Bulewe.
Dalam pelaksaan acara siraman ini sang gadis/puteri di dudukkan di atas kukuran kelapa. Acara dilanjutkan dengan memecahkan telur ayam oleh ibu pembimbing kemudian diperintahkan kepada sang gadis/puteri untuk menadahkan telapak tangannya, selanjutnya ibu pembimbing langsung menuangkan kuning telur ke telapak tangan kanan sang gadis/puteri bergantian ke tangan kiri sehingga telur itu mencair sambil memperhatikan keberapakah mancairnya telur tersebut, lalu diminumkan kepada sang gadis puteri.
Sebagaimana diuangkapkan di atas bahwa maksud dari acara adat momuhuto (siraman) ini adalah untuk mensucikan diri dari hadats besar serta menghilangkan bau badan, selain itu dikehendaki agar semua sifat mazmumah sang puteri akan terbawa hanyut aliran siraman. Dari setiap bahan yang digunakan ini mempunyai makna tersendiri antara lain sebagai berikut:
a. 7 buah perian bambu kuning bermakna pemberian doa restu dari para tetua adat dari wilayah Duluwo Lo’u Limo Lo Pohala’a
b. Daun puring (dayoh) yang disebut polohungo agar sang puteri akan beroleh kesegaran langgeng dan kemuliaan
c. Mayang pinang (bulewe) agar sang puteri beroleh kaharuman dari lahir, remaja dan dewasa sampai kahir hayat, dan harum dalam keabadian baik lahiriyah dan bathiniyah.
d. Pemecahan telur ayam adalah untuk memperingatkan sang gadis/puteri, agar ia menjaga dirinya seperti menjaga telur di atas tanduk, konon pula dapat dilihat jodoh dan rezeki sang gadis dari cepat lambatnya mencair telur tersebut.
e. Kukuran kelapa adalah suatu alat untuk memproses hingga bermanfaat bagi manusia dan semoga ia akan lebih banyak memberi kegunaan kepada orang lain daripada untuk dirinya sendiri.
Taluhu yilonuwa (air kembang) dengan ramuan sebagai berikut:
· Kulit limutu yang diiris halus
· Buah limutu yang dibelah dua, sejumlah 7 biji
· Irisan 7 macam daun puring (polohungo)
· Ramuan umonu yang ditumbuk halus yang disebut tilonta
· Daun onumo, sejenis daun mayana tapi hijau dan harum
· Bungamputi atau bunga melati
Persiapan lainnya sebagai berikut:
ü Bulewe atau upik pinang 2 tangkai, setangkai yang masih tertutup atau hu’u-hu’umo, dan setangkai sudah mekar atau malongo’alo (mayang). Bulewe yang sudah mekar itu digantungkan di atas tempat duduk sang puteri saat dimandikan.
ü Tujuh buah perian bambu kuning, yang ditutupi dengan daun puring. Di dalamnya berisi air dan kepingan uang logam yang bernilai Rp.100,-
ü Telur ayam kampung 1 butir, yang masih baru.
ü Dudangata (kukuran kelapa) yang dijadikan tempat duduk dari sang puteri saat dimandikan.
1.4 Mopohuta’a to pingge (menginjakkan kaki di atas piring
Mopohuta’a to pingge artinya menginjakkan kaki di atas piring. Sesudah acara siraman sang gadis/puteri tukar pakaian dengan busana adat disertai puisi adat (tuja’i). Busana adat “wolimomo” kemudian dijemput oleh para pemangku adat dengan dimulai dari kamar hias (huwali lo wadaka) sampai ke depan kursi pembe’atan yang berbentuk pu’ade (kursi pelaminan), di mana melewati
1) 7 (tujuh) buah piring yang berisi:
- 1 piring berisi seggengam tanah dan rumput po’otoheto
- 1 piring berisi jagung (milu)
- 1 piring berisi beras
- 1 piring berisi tala’angala’a (uang logam dengan ragam nilainya)
- 1 piring berisi daun puring (polohunngo)
- 1 piring berisi bako hati lo umonu (kotak kecil yang berisi ramuan yang harum)
- 1 piring berisi bulewe (tangkai mayang pinang)
2) Tujuah buah baki berisi:
· 1 baki berisi cikal bakal kelapa (tumula) berisi ramuan yang harum)
· 1 baki berisi hulante
· 1 baki berisi lampu tohetutu yang ditancapkan pada gelas yang berisi beras.
· 1 baki berisi tangkai bulewe
· 1 baku berisi tujuh buah bako hati lo umonu
· 1 baki berisi tujuh potong tebu (patodu)
Sang gadis/puteri dituntun oleh ibu pembimbing atau hulango (dukun kampung) menginjakkan kakinya di atas piring diletakkan berderetan dengan mendahulukan kaki kanan, kemudian kaki kiri berputar tiga kali, dilanjutkan dengan menginjakkan kaki sang gadis/puteri di atas tanah dan rumput serta uang ringgit yang terisi pada sebuah baki. Hal ini bermakna bahwa sang gadis /puteri dalam menempuh hidup ini agar berhati-hati mengayunkan langkah jangan sampai dikendalikan oleh uang (materi) melainkan manusialah yang harus sebagai pengendali dan sang gadis/puteri bukan lagi anak kecil tapi sudah beralih status menjadi baliq/remaja dan telah dapat melangkahkan kakinya dalam batas-batas tertentu.
1.5 Mome’ati (membuat ikrar perjanjian)
Mome’ati artinya membe’at, berasal dari bahasa arab asal kata Baya’at, yang artinya membuat perjanjian atau ikrar. Acara yang dilaksanakan dengan tata upacara kebesaran adat Gorontalo.
Pada acara mome’ati ini sang gadis/puteri berpakaian adat kebesaran “wolimomo” atau madipungu, memakai konde dengan sunthi tertusuk pada konde tersebut 5 atau 7 tangkai (sesuai status orang tua sang gadis/puteri), dijemput oleh pemangku adat dari huwali lo wadaka (kamar hiasa) ke puade (tempat pembe’atan) diiringi puisi adat/tuja’i melalui acara mopohuta’a to pingge.
1.6 Mohatamu (Khatam Qur’an)
Bahan-bahan yang disiapkan :
1) Seperangkat polutube (tempat bara api), segelas air, basskom, dupa
2) Al-Qur’an
Mohatamu artinya khatam kaji. Khatam kaji adalah acara adat yang dilaksanakan bagi anak putera maupun puteri yang sudah selesai/tamat mengaji 30 juz Al-Qur’an dan bagi anak puteri yang melaksanakan pernikahan.
Khusus acara yang diuraikan ini adalah bagi anak puteri yang baru selesai di be’at. Sang puteri telah duduk di pu’ade (pelaminan) dan dimulailah acara mohatamu dengan urutan acara sebagai berikut:
a. Penghamburan dupa oleh Kadli
b. Pembacaan surat Ad-dhuha oleh sang puteri menurtun sampai pada surata Lahab.
c. Pembacaan Al-ikhlas, An-Falak, An-Nas, Al-Fatihah, Permulaan surat Al-Baqarah, Ayatal Qursyi, Mukaddimah Tahlil dan Alayikaya Zul Jalali oleh para hadirin dipimpin oleh para hadirin.
d. Munajat acara bergantian oleh para hadirin
e. Doa khatamal Qur’an dan doa biat dilaksanakan pada acara akhir.
2. Makna Atribut Adat
2.1 Pada Kegiatan Molungudu (Mandi upa dengan ramuan tradisional)
1) Periuk (belanga) yang terbuat dari tanah melambangkan salah satu unsure kejadian manusia yaitu tanah
2) Ramuan tradisional yang teridiri dari 7 macam bahan, bermakna melebur 7 macam sifat bergejolak pada kehidupan remaja (nene’olo, wetolo, kekengolo, kureketolo,pa’ingolo,bulabolo, dan hutatingolo)
3) Kamar kecil merupakan kamar khusus, yang bermakna kamar peleburan, keringat-keringat di badan keluar, sehingga otak menjadi segar kembali
4) Jamu mato lo umonu bermakna menghilangkan bau badan.
5) Hihito atau lulur tradisional bermakna pembersihan badan bahagian luar, kulit menjadi mulus, biar hitam tapi mulus.
2.2 Pada Kegiatan Momonto (Pemberian tanda suci)
Alawahu tilihi, yaitu campuran kuning, kapur dan air. Makna dari tanda di dahi adalah pernyataan untuk tidak menyembah selain Allah. Tanda di leher bahagian bawah tenggorokan, bermakna tidak akan makan makanan yang haram. Tanda di bahu, dan lekukan-lekukan tangan dan kaki, bermakna tidak akan berbuat perbuatan yang tercela. Dan bagi para orang tua serta keluarga merupalan pernyataan bertanggung jawan atas keselamatan anak sebagai amanah Allah.
2.3 Pada Kegiatan Momuhuto (Siraman air kembang)
1) Taluhhu Yilonuwa yang terdiri dari tujuh ramuan yang harum bermakna tujuh macam sifat terpuji (molamahu to pi’ili, molumboyoto to ayuwa, mopiduduto to syare’ati, modu’oto to hilawo, molimomoto to akali, moulintapo to karaja, dan moponuwa to’u motomele.
2) Bulewe (upik pinang) bermakna prinsip manusia dan keberadaannya di dunia sebagai penyandang amanah Allah.
3) Tujuh buah periun bambu bermakan untuk mendapatkan kemuliaan.
2.4 Pada Kegiatan Mopohuta’a to pingge (menginjakkan kaki di atas piring)
1) Tujuh buah piring bermakna 7 aspek pertahanan seseorang gadis dalam kehidupannya. Piring pertama yang berisi tanah dan tumbukan po’otoheto atau yang disitilahkan Huta wawu tilihula, bermakna kehidupan di bumi yang dilambangkan dengan tanah, perlu memperkuat pendirian, keimanan dan ketaqwaan, yang dilambangkan dengan po’otoheto.
2) Piring kedua yang berisi buah jagung, bermakna sang puteri wajib mempertahankan kesucian dan kehormatan dirinya, baik mulai dari remaja sampai berumah tangga, dilambangkan dengan buah jagung yang berbalut kulitnya dari pembentukan tongkol sampai pada buahnya tua dan kering.
3) Piring ketiga yang berisi beras, bermaka kerendahan hati, yang dilambangkan dengan buah padi, semakin berisi semakin merunduk. Demikian pula anak gadis, semakin cantik semakin baik budi pekertinya.
4) Piring keempat berisi tala’a ngala’a atau uang beragam nilainya, bermakna penghematan uang merupakan suatu kebutuhan, yang dicari oleh manusia, jika dihematkan, maka hasilnya dapat dinikmati oleh pemiliknya. Tetapi uang juga dapat membhayakan kehidupan seorang gadis. Karena memburu uang ia dapat menjual dirinya.
5) Piring kelima berisi daun puring (polohungo), bermakna adat, artinya seorang gadis perlu memahami pantangan adat mulai dari remake, sampai berumah tangga, antara lain menghindari umobolilo (perbuatan yang janggal) dan perbuatan umo’olito (yang memalukan diri sendiri dan keluarga)
6) Piring keenam yang berisi bakohati umonu, (ramuan lulur/bedak harum) bermakna penataan diri, mulai dari remaja sampai berumah tangga. Menata diri untuk kebersihan sendiri, dan merias diri untuk suami bagi yang sudah berumah tangga.
7) Piring ketujuh bulewe, bermakna keharuman nama dan keluarga perlu dijaga, baik semasih gadis, maupun sudah berumah tangga.
Kemudian baik pada acara momuhuto, maupun pada acara mopohuta’a to pingge terdapat tujuh buah baki, yang masing-masing berisi:
1) Baki pertama pertama berisi 1 sisir pisang tahumelito (raja) bermakna makanan dari awal sampai akhir dalam kehidupan manusia, dengan istilah, “donggo unge he po’alalo lo lutu, sambe ma panggola bolo hemonga lutu”, artinya mulai bayi makan pisang masak. Sampai tua tinggal makan pisang masak.
2) Baki kedua berisi cikal bakal kelapa atau tumula, yang menjadi tanda saat anak gadis itu dibe’at, bermakna Insya Allah, kehidupannya seperti kehidupan tanaman kelapa, umur panjang dan berghuna untuk orang banyak.
3) Baki ketiga berisi hulante, yakni beras 3 liter atau 7 mangkok yang bermakna 3 tahapan kehidupan manusia dengan 7 martabat manusia, di atasnya ada masing-masing 7 buah lemon bermakna “Pohigi u hiluwi-luwita” menghilangkan sifat yang kelewatan, 7 buah telur bermakna “liyatu lo batanga” artinya keutuhan diri atau utuh dan bermutu, 7 buah pala dan cengkih bermakna “lamahu lo bathini” artinya kebersihan batin, dan 7 keping uang logam adalah bermakna “ta’e-ta’e to tilapulo” artinya tetap mencari harta sebagai penunjang kehidupan.
4) Baki keempat berisi gelas dari lampu tohetutu dan lima piring cangkir berisi pale yilulo (beras lima macam), bermakna sebagai berikut:
ü Tohetutu bermakna tinelo batanga
ü Pale mela atau beras berwarna merah, melambangkan “duhu mela” atau darah merah yang ada pada tubuh.
ü Pale moputi’o atau beras berwarna putih, melambangkan “duhu moputi’o” atau darah putih yang ada pada tubuh.
ü Pale moyitomo atau beras berwarna hitam, melambangkan “tapu” atau daging pada tubuh.
ü Pale lalahu atau beras yang berwarna kuning, melambangkan “yilolota” atau sum-sum pada tubuh.
ü Pale moyidu atau beras berwarna hijau, melambangkan “lintidu” atau urat yang ada pada tubuh.
Kelima makna ini ada pada diri setiap insan yang namanhya manusia, dan dapat berfungsi serta dapat dikendalikan melalui lima waktu sehari semalam yaitu dengan waktu-waktu shalat sebagai berikut:
ü Pengendalian darah merah dengan shalat maghrib.
ü Pengendalian darah putih dengan shalat subuh
ü Pengendalian urat dengan shalat lohor
ü Pengendalian yilolota pada shalat ashar
ü Pengendalian daging pada shalat isya
Dilambungkan ke atas, agar diingat oleh setiap tamu yang hadir, dan disaksikan oleh para syetan bahwasanya shalat yang dapat meruntuhkan segala tipu daya syetan yang menganiaya manusia melalui kelima kekuatan yang ada pada diri manusia. Lampu tohetutu, adalah sebagai penerang “tinelo” pada kehidupan manusia, letaknya di tengah-tengah bulatan yang dibentuk oleh kelima piring tersebut.
5) Baki yang kelima berrisi bulewe, setangkai “malongalo” sudah mekar bermakna kemekaran seorang gadis, membawa keharuman nama keluarga. Setangkai masih tertutup, bermakna dari awalnya setiap manusia harum dan suci diharapkab begitu lahir juga membawa keharumannya di muka bumi.
6) Baki keenam berisi 7 buah bakihati lo umonu, bermakna penataan dan perawatan diri, melebur 7 dosa lahir dalam diri anak gadis.
7) Baki yang ketujuh berisi 7 pootngan tebu, bermakna kemanisan hidup sebagai sasaran akhir, sebagaimana air tebu santapan pertama ketika lahir, maka diharapkan pada akhir hayat dikenang dalam kemanisan budi pada setiap orang.
2.5 Pada Kegiatan Mome’ati (Be’at)
1) Pu’ade lo be’ati atau tempat duduk untuk yang dibe’at. Pu’ade ini bermakna penghargan kemuliaan kepada anak gadis yang memasuki alam keremajaan berikrar untuk mentaati ketentyuan adat dan agam.
2) Busana adat untuk anak gadis yang dibe’at terdiri dari 2 macam, yaitu wolimomo dan pasanga. Wolimomo, yang terdiri dari dari bide dan alumu (baju tanpa lengan) bermakna, bahwa anak gadis masih hijau, semua rahasia tentang dirinya, masih tertutup. Orang tua sebagai penyandang amanah, wajib menata pribadi kehidupannya, untuk dipertanggungjawabkan kepada Allah. Busana pasangan, juga bermakna demikian, namun yang menonjol adalah kedewasaan. Pada konde, biasanya buka sunthi, tetapi benggolo, yaitu sejenis bandol yang berhiaskan, 7 rangkaian bungan melati, dan lengannya tiga perempat atau tidak sampai ke ujung lengan. Makna 7 rangkaian bungan melati berkmaknan 7 martabat manusia, yang harus dihayatinya untuk membentuk pribadi Alhamdulillah. Dilarang memakai busan bili’u, atau bilowato, yaitu pengalihan status dari remaja menjadi ratu rumah tangga, dengan disyahkan oleh makna hiasannya, yang telah diangkat sumpah oleh para leluhur. Tentunya sebagai orang tua tidak akan rela, anaknya akan kena kutukan sumpah dengan memakai busana adat yang belum saatnya.
2.6 Pada Kegiatan Mohatamu (Khatam Qur’an)
Selesai pembe’atan, maka akan dilanjutkan dengn khatam Qur’an. Khatam Qur’an berlaku bagi anak gadis yang tamat mengaji. Tidak dibenarkan pembacaan Al-Qur’an diwakilkann kepada orang lain, sebab yang dikhatam adalah personal yang mengaji. Sanksinya adalah “Puulolo” atau kena kutukan.
3. Busana Adat
3.1 Pada Kegiatan Molungudu
Pada kegiatan ini, busana yang dipakai, adalah kebaya dan bate ota’u atau bate tunggohu atau batik yang terjahit seperti sarung. Selama kegiatan molungudu, anak gadis memakai “Bate wuloto” artinya atik penutup wajah dan tubuhnya.
3.2 Pada Kegiatan Momonto
Sama dengan pada kegiatan Molungudu, yaitu kebaya, bide dan wuloto.
3.3 Pada Kegiatan Momuhuto
Busana adat yang dipakai adalah batik tunggohu, yang dililitkan sam[ai ke dada.
3.4 Pada Kegiatan Mopohuta’a to pingge
Busana adat yang dipakai adalah Wolimomo.
3.5 Pada Kegiatan Mome’ati dan mohatamu
Busana adat yang dipakai adalah pasanga.
4. Transaksi Jasa
4.1 Pada Kegiatan Molungudu
a. Sedekah yang merupakan upah kerja, diberikan kepada pembuat ramuan tradisional, dan kesediannya melaksanakan kegiatan Molungudu setiap hari
b. Kepala hulango, yang menyiapkan air mandi dan pelaksanaan perawatan diri selama kegiatan berlangsung berupa sedekah sesuai prestasi kerjanya.
4.2 Pada Kegiatan Momonto
Sedekah yang merupakan upah kerja, diberikan kepada hulango yang membuat alawahu tilihi dan pelaksanaan momonto.
4.3 Pada Kegiatan Momuhuto
a. Sedekah merupakan upah kerja, diberikan kepada pekerja yang menyiapkan benda-benda budaya berupa, perian bamboo kuning, tumula, patodu, bulewe po’otoheto, dan lain sebagainya.
b. Sedekah yang merupakan upah kerja, diberikan kepada Hulango, yang menyiapkan jamu mato lo umonu, pale yilulo, tohetutu, hulante, bakohati lo umonu, taluhu yilobuwa, tuwango bunggo (perian), dan lain-lain sebagainya, serta pelaksanaanya.
c. Sedekah yang berupa upah kerja diberikan kepada pemangku adat, yang melaksanakan tata cara adat mumohuto
4.4 Pada KegiatanMopohuta’a to Pingge
a. Sedekah yang merupakan upah kerja, diberikan kepada Hulango dan pembantunya yang menyiapkan acara mopohuta’a to pingge dan pelakasanaannya.
b. Sedakah yang merupakan upah kerja, diberikan kepada pemangku adat, yang mengatur urutan pelaksanaannya.
4.5 Pada Kegiatan Mome’ati dan Mohatamu
- Sedekah berdasarkan keikhlasan diberikan kepada imam, pemerintahan setempat dan para tokoh masyrakat yang hadir pada acara mome’ati dan mohatamu.
- Sedekah berdasarkan keikhlasan diberikan kepada para pembaca/pelantun do munajat.
D. PELAKSANAAN
1) Seminggu sebelum acara mome’ati dan mohatamu, diadakan kegiatan molungudu. Molungudu dapat diartikan mandi uap dengan ramuan tradisional. Setiap pagi dan sore, anak gadis yang dibe’at, dibimbing melaksanakan mandi uap setelah itu Jamu Mato lo umonu, kemudian dibedaki. Sesudah dibedaki kemudian mengasapi badannya dengan asap totabu (dupa), di kamarnya, atau Huwali lo wadaka.
2) Sebelum acara momonto, anak gadis itu selesai molungudu, ia mandi biasa, dengan memakai kebaya/blus panjang, diadakan acara momonto, pelaksanaannyadi Huwali lo wdaka, dan dilaksanakan oleh hulango. Acara momonto itu dilaksanakan pada hari H, yaitu pada hari pembe’atan.
3) Selesai acara momonto, anak gadis itu mengganti pakaiannya dengan batik Tunggohu yang diikatkan sebatas dada, atau di atas payudaranya, lalu dibimbing oleh hulango dan pembantunya ketempat yang disiapkan untuk acara momuhuto.
4) Sebagai tempat duduk dari anak gadis yang disiram dengan air kembang, adalah dudangata (kukuran kelapa), menghadap ke timur, di bawah gantungan bulewe yang sudah mekar, dan dibajagian belakang ada tumula dan tumbuhan tebu (patodu), serta pisan masak yang dipegang orang. Siraman iar melalui celah-celah mekaran bulewe yang tergantung di atas kepala dari anak gadis tersebut.
5) Siraman pertama, yang diambik dari Loyang taluhu yilonuwa, yaitu ibunya baru ayahnya, tanpa tuja’i cukup denga Bismillahirrahmanirrahim, lalu dilanjutkan dengan pemangku adat, dengan menggunakan ke tujuh perin bamboo kuning, dengan tuja’i.
6) Selesai penyiraman air dari ketujuh perian bambu kuning, dilanjutkan dengan pembelahan bulewe hu’u-hu’umo (upik pinang), yang dilakukan oleh hulango atau ibu pembimbing , dengan telapak tangan kanan terbuka, kemudian mengeluarkan bahagian isinya, lalu diremas dan digosokkan pada kedua telapak tangan si anak gadis, dan bagian-bagian tertentu pada badannya.
7) Dilanjutkan dengan memecahkan telur ayam kampung, ketelapak tangan sang gadis. Pada kuning telur itu, Nampak ada pada bintik putih yang disebut mata telur, yang diteliti oleh hulango, yakni bintik putih itu, agak ketengah, maka jodoh sang gadis itu masih dalam lingkungan keluarga tetapi jika, kepinggirannya, maka jodohnya akan mendapat orang yang jauh atau “Tawu ngopohiya” artinya bukan dari lingkungan keluarga.
8) Kuning telur itu, disalin dari telapak tangan kanan ketelapak kiri, demikian seterusnya sampai kuning telur itu cair. Setelah cair, kuning telur itu diminum oleh anak gadis, sampai habis.
9) Acara mandi dilanjutkan dengan mandi air kembang di Loyang, menggosok badan dengan ramuan lulur tradisional, kemudian membilasnya dengan air biasa. Selesailah acara momuhuto.
10) Selesai mandi , anak gadis tersebut masuk ke Huwali lo wadaka, untuk bersalin baju dengan busana adat Wolimomo, menantikan acara Mopohuta’a to pingge. Tempat duduknya, di pinggiran ranjang kula-kulambu lo adati
11) Anak gadis dijemput oleh pemangku adat (sementara duduku) dengan tuja’i Momudu’o.
Dilanjutkan dengan anak gadis berdiri dan hendak keluar kamar dengan tujai Mopodiyambango.
Di depan pintu keluar, anak gadis berhenti, dilanjutkan dengan tuja’I Mopoluwalo.
Selesai tuja’i maka sang anak gadis melangkah keluar dari kamar, sebelum melangkah selanjutnya, didahului dengan tuja’i Mopontalengo. Di depan piring-piring yang berjejer sampai ke pu’ade lo be’ati sang anak gadis itu berhenti, dan dengan dibimbing oleh Hulango atau ibu pembimbingnya, menginjakkan kakinya di atas piring, didahului dengan kaki kanan, kemudian kaki kiri, dihantar dengan tuja’i Mopontalengo(2).
Acara dilanjutkan dengan Mopohuta’o di mana anak gadis mulai menginjakkan kakinya di atas piring, lalu setiap piring ia berputar tiga kali, diiringi tuja’i Mopohuta’o.
Selesai acara mopohuta’o to pingge, maka dipersilahkan sang anak gadis menuju Pu’ade lo be’ati, sebelum melangkah, dihantar dengan tujai Mopontalengo (3).
Di depan pu’ade lo be’ati, anak gadis itu berhenti, untuk duduk dihantar dengan tuja’i mopohulo’o.
12) Pemangku adat mopoma’lumu, bahwa acar pembeataan akan dimulai . seperangkat polutube disiapkan di depan Bapak imam atau kadhi. Setelah itu bapak imam atau kadhi mengambil temapt di depan sang anak gadis yang akan dibe’at. Melalui selendang yang menghubungkan antara tangan Imam/kadhi dengan tangan anak gadis yang akan dibe’at.
13) Dengan mengepulnya asap totabu (dupa), maka dimulailah Mukaddimah Bayiar (be’at), dengan sanjungan kepada Allah SWT kemudian dasar firman dan hadist serta inti adalah pengucapan kallimat syahadat.
14) Hal-hal yang ditanamlan pada acara be’at tersebut untuk kehidupan anak sang gadis adalah:
o Bagaimana sikapnya sebagai umat muslim terhadap Islam agamanya, atau mengimaninya.
o Bagaimana sikapnya sebagai umat muslim dalam mengamalkan islam.
o Bagaimanan sikapnya mendakwakan islam itu, dalam lingkungan pergaulan.
o Bagaimana menata dirinya sebagai muslim yang taat akan adat dan syare’at islam.
15) Selesai acara pembe’atan, maka dilanjutkan dengan mohatamu. Bagi sang gadis yang akan mengganti pakaiannya dengan busana adat pasanga maka diperkenankan untuk kembali ke huwali lo wadaka (kamar rias). Dan bagi yang tetap memakai walimomo, maka ia masih tetap duduk pada pu’ade menunggu acara mohatamu (Khatam Qur’an).
16) Acara mohatamu diawali dengan pemangku adat mopoma’lumu, atau memberitahukan secara adat kepada Bubato yang hadir, bahwa Mohatamu akan dimulai. Acara Mohatamu dimulai.
17) Pemangku adat Mopoma’lumu, bahwa seluruh rangkaiakn acara selesai.
18) Mongadi (membubarkan) persidangan adat oleh pemangku adat.
izin Copy, buat pelengkap data kebudayaan gorontalo :D :)
BalasHapusLengkap sekali. Rekomended banget :) Izin share yaa bolehkah??
BalasHapusterimakasih banyak sudah menulis ini :'''') saya sangat membutuhkan ini untuk riset tugas...
BalasHapusterima kasih banyak, tulisannya sangat membantu...
BalasHapusizin copy.
Terimakasih sngat bermanfaat
BalasHapusBanyak bat
BalasHapus